Rabu, 22 Januari 2014

MEMBANGUN JIWA ENTREPRENEUR KEPALA DAERAH

Salah satu indikator adanya  semangat reformasi adalah berkembangnya nuansa desentralisasi yang semakin kencang diakhir tahun 1999an. komponen masyarakat berbondong-bondong menyampaikan aspirasinya untuk pemekaran wilayahnya. keinginan untuk lebih mandiri dan membangun daerahnya berdasarkan pada batasan wilayah yang lebih kecil. potensi-potensi wilayah yang dianggap tidak termanfaatkan secara proporsional semakin mendorong wilayah tertentu untuk melepaskan diri dari wilayahnya. terlepas dari kepentingan politik segelintir kelompok masyarakat, ketimpangan-ketimpangan kesejahteraan masyarakat dan potensi sumber daya yang terabaikan menjadi salah satu dari beberapa isu yang melekat pada setiap kali penyampaian aspirasi pemekaran wilayah.
Undang-undang no 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah serta undang-undang no 25 tahun 1999 tentang perimbangan  keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah,   dimasa pemerintahan presiden Habibie,  menjadi cikal bakal lahirnya undang-undang otonomi daerah no 32 tahun 2004.
Undang-undang no 22 tahun 1999 telah memberikan kewenang yang lebih besar bagi daerah untuk mengelola potensi-potensi daerahnya secara lebih mandiri. Diharapkan dengan kemandirian ini daerah menjadi dapat lebih baik dalam menetapkan prioritas pembangunan yang lebih tepat sasaran serta distribusi pendapatan daerah untuk pembangunan dapat lebih cepat dilakukan. Dengan undang-undang ini pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan lokal. Namun demikian, disisi lain hal ini sangat tergantung pada dana perimbangan (transfer pemerintah pusat ke daerah). Untuk itu kebijakan-kebijakan lokal atau pada tingkat daerah, masih terkendala dengan adanya ketidak seimbangan antara transfer dengan kebutuhan fiskal daerah.
Dalam UU no 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan kewenang yang lebih untuk mengelola daerahnya. peran legislatif daerah pun mendapatkan porsi yang lebih besar untuk melakukan investigasi, pengawasan dan pengendalian terhadap kepala daerah dan institusi-institusi di bawahnya. Melalui otonomi daerah ini, dimana daerah dapat memiliki dan mengelola dana yang lebih besar maka kebutuhan akan kemampuan mengelola dana masyarakat tersebut menjadi hal yang mutlak.  pada beberapa daerah, yang memiliki potensi sumber daya yang relatif lebih kecil, tentunya kebutuhan fiskalnya pun akan berbanding lurus dengan kemampuan pengelolaan dana masyarakat dan kemampuan pengelolaan potensi sumber daya.
Beberapa pemerintahan daerah mampu hasil pemekaran wilayah mampu memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerahnya. namun demikian, beberapa daerah juga belum mampu memberikan kontribusi secara signifikan kepada peningkatan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat.
Hal lain yang mewarnai fenomena otonomi daerah ini adalah semakin besarnya wewenang dan kekuasaan kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya. Dengan dukungan UU otonomi daerah serta sistem politik di Indonesia saat ini, terbuka peluang yang besar bagi kepala daerah untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan wewenang dan kekuasaannya.  Korupsi untuk pribadi kepala daerah dan atau korupsi untuk kepentingan partai dengan penggunaan aset-aset pemerintah daerah menjadi headline pada beberapa media massa nasional atau lokal. kepentingan masyarakat menjadi tergadaikan.
Kepala daerah adalah CEO
Dengan sistem politik saat ini, kepala daerah dapat berasal dari berbagai latarbelakang pekerjaan, pendidikan dan lain-lain. Sehingga hal ini akan mempengaruhi pada gaya kepemimpinannya sebagai kepala daerah, Walau demikian tidak berarti bahwa kepala daerah yang berlatarbelakang tertentu akan lebih baik atau lebih buruk dalam memimpin daerahnya. Ada faktor-faktor yang akan mempengaruhi kepemimpinan seorang kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya. Sistem birokrasi, sistem politik, budaya dan lain-lain, dapat menjadi faktor-faktor yang akan membawa kepemimpinan kepala daerah lebih baik, atau sebaliknya akan menjadikan kepemimpinan kepala daerah menjadi lebih buruk. Beberapa kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi atau kasus-kasus asusila, merupakan fakta empiris yang menunjukan ketidak berhasilannya dalam memimpin.
Potensi-potensi daerah seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya informasi, sumber daya teknologi dan lain-lainnya, merupakan push factor dan full factor yang perlu dicermati dan dikaji untuk dikembangkan. kreativitas kepala daerah dalam menemukan potensi-potensi tersebut menjadi suatu hal wajib, yang dengan kreativitas ini kepala daerah dapat mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya tanpa harus membebani masyarakatnya dengan segala pungutan/pajak daerah, tanpa harus berkeluh kesah dengan keterbatasan wilayah, keterbatasan sumber daya dan lain-lain. kalau Dahlan Iskan (dalam bukunya manufacturing hope) mengatakan bahwa pimpinan BUMN harus memiliki integritas dan fokus, maka kiranya hal ini perlu ditambahkan dengan kreativitas bagi seorang kepala daerah.
Sektor publik dalam hal ini adalah pemerintahan daerah baik pada tingkat provinsi atau kota/kabupaten, memiliki fungsi pelayanan kepada masyarskat yang mana fungsi ini harus didukung oleh fungsi lain yaitu pemenuhan kebutuhan fiskal.  Pada sektor publik ini, kepala daerah menyusun perencanaan pembangunannya melalui APBD, mengorganizing semua institusi (dinas, lembaga swadaya masyarakat, Badan usaha daerah dan lain-lain),  melakukan pengarahan-pengarahan, serta melakukan fungsi pengawasan. hal ini tentunya ditujukan untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Tidak berbeda tentunya dengan sektor privat/korporasi, fungsi-fungsi manajerial saja tidak cukup untuk menjalankan bisnisnya. krativitas, integritas dan focusnya seorang Chief Executive Officer (CEO) dalam Penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif menjadi hal yang dapat meningkatkan kinerja bisnisnya dan menjadikannya sebagai comptetitive advantage.
Dengan demikian bahwa dalam diri seorang kepala daerah melekat pula perannya sebagai CEO. peran sebagai kepala daerah tidak bisa dilepaskan dari managerial skillsnya dalam mencapai tujuan kesejahteraan kolektif dan fungsi leadership dalam memperbaiki proses, inovasi, dan transformasi melalui envisioning, energizing dan enabling.
Envisioning. Kepala  daerah dalam melaksanakan kepemimpinannya (membuat kebijakan, berperilaku, prnggunaan sumber daya), perlu memperhatikan aspek-aspek bagaimana seorang kepala daerah mampu memberikan keyakinan kepada masyarakat (di sektor private sama dengan karyawan), bahwa dengan kepemimpinannya masyarakat akan mendapatkan manfaat yang lebih baik.  Hal ini perlu ditunjukan dengan perilaku yang mencerminkan integritasnya sebagai seorang kepala daerah, sebagai seorang pemimpin dan seorang CEO.
Energizing. Untuk dapat mengorganisasikan institusi-institusi yang berada dalam wewenang kepala daerah, membutuhkan kejelian dalam menemukan potensi-potensi untuk capacity building, dan kreativitas menjadi penting. Bagi seorang CEO, berpikir secara paralel dalam menganalisis kinerja bisnisnya dapat membantu menemukan titik-titik yang masih dapat ditingkatkan atau diperbaiki sehingga menjadi keunggulan dalam berkompetisi.  Untuk dapat menggerakan sumber daya, seorang CEO (= Kepala daerah) membutuhkan penampilan yang percaya diri dan menunjukan keyakinan yang besar bahwa peningkatan kapasitas (capacity building) dapat dicapai. Berkeluh kesahnya CEO/ kepala daerah atas keterbatasan dan permasalahan yang dihadapi, tanpa melakukan sesuatu perbaikan-perbaikan, hanya akan memberikan kesan negatif dari masyarakat.
Enabling. Persoalan yang dihadapi masyarakat adalah persoalan kepala daerah, merupakan tanggungjawab yang akan dipertanggungjawabkan pada masa akhir jabatannya, dan masa akhir hidupnya. keberhasilan kepala daerah dapat dilihat setelahk kepala daerah tersebut tidak lagi menjabat, apakah akan dirindukan keberadaanya lagi atau disesali keberadaanya dimasa  menjabat. 
konsistensi kebijakan kepala daerah dan fokus pada pembangunan kapasitas untuk kesejahteraan kolektif, menjadi tolok ukur  dalam keberhasilan untuk menggerakan dan mengendalikan pemerintahannya. sebaliknya inkonsistensi terhadap kebijakan dan perilaku kepala daerah/CEO,  dapat meruntuhkan kepercayaan masyarakat sehingga bisa jadi akan disesali keberadaanya.
Kesimpulan
Pada diri seorang kepala daerah mau tidak mau akan menempel pula peran lain yaitu peran sebagai seorang CEO. Dukungan politik kepada  Kepala daerah (tingkat provinsi/kota/kabupaten) saja, tidak cukup untuk melaksanakan pembangunan daerahnya. Diperlukan kreatifitas, integritas dan fokus dalam menjalankan tugasnya yang dicerminkan melalui kemampuannya dalam envisioning, energizing dan enabling.
Era Reformasi yang telah berlalu lebih dari satu dasawarsa, dan dalam memasuki globalisasi ekonomi regional dan dunia membutuhkan kepala daerah yang mampu memberikan solusi-solusi bagi masyarakat secara lebih baik dan fokus pada peningkatan kapasitas masyarakat, sehingga masyarakat dapat memiliki competitive advantage dengan negara lain.
Dengan perbedaan latarbelakang seorang kepala daerah dan kebutuhan akan peningkatan capacity building, maka dalam melaksanakan tugasnya sebagai  kepala daerah perlu juga memiliki kerangka pikir sebagai seorang entrepreneur sehingga peningkatan capacity building masyarakat beserta komponen-komponennya  dan kesejahteraan secara kolektif dapat dicapai.


---------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar