Rabu, 22 Januari 2014

Membungakan Jalan Soleh Iskandar, Kota Bogor, Jawa Barat

Kenyamanan berkendara salah satunya ditentukan oleh pemandangan sepanjang perjalanan. Keindahan pemandangan dapat memberikan kesan tersendiri bagi pengguna jalan baik berkendaraan maupun pejalan kaki. Perasaan penat setelah menempuh perjalanan serta, suasana macet dapat mendorong tingkat stress yang lebih tinggi. Selain itu perubahan iklim yang cenderung memanas, semakin membuat berkurangnya rasa nyaman dalam menggunakan ruas-ruas jalan.
Pemandangan yang asri dan berwarna dapat memberikan kesan segar dan ceria yang akhirnya dapat menguangi stress. Suasana berwarna yang penuh dengan bunga akhirnya dapat menjadikan perjalanan yang menyenangkan walaupun dalam kondisi macet. Fasilitas trotoar bagi pejalan kaki sering kali memberikan suasana panas karena hanya terdiri dari material bata, yang kesannya adalah satu warna. Bahkan tidak sedikit akhirnya trotoar dipergunakan untuk berjualan.
Demikian juga dengan fasilitas shelter  angkutan umum, yang kurang memberikan kenyamanan bagi penggunanya. Shelter  kumuh dan terkesan “satu warna” menjadi ciri khas fasilitas transportasi di Indonesia. Waktu menunggu angkutan membosankan menjadi rutinitas yang dapat memicu stress penggunanya.

Melihat hal-hal di atas maka perlu di berikan suasana tersendiri sepanjang perjalanan sehingga pengguna menjadi lebih nyaman dalam memanfaatkan fasilitas transportasi (jalan dan shelter). Dalam hal ini adalah menanam  bunga pada beberapa meter dan shelter dengan menyediakan media pot bunga yang dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak mengganggu pengguna dan tidak merusak trotoar dan shelter.
Strategi yang dapat dialkukan diantaranya  adalah :
a.    Pihak Pemda Kota Bogor serta Dinas Pekerjaan PU
b.    Melibatkan beberapa pelaku bisnis (pengelola ruko/rukan/mall) sepannjang jalan Soleh Iskandar agar dapat turut memelihara keberadaan bunga-bunga tersebut.
c.    Disarankan ke Pemda Kota Bogor agar membuat Perda lingkungan dimana isinya mewajibkan setiap pengelola ruko/rukan, untuk menyediakan lahan hijau.

Dibalik skenario PILKADA

Undang-undang otonomi daerah sebagai suatu hasil diakomodirnya aspirasi masyarakat, dan reformasi telah banyak membawa perubahan signifikan dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat khususnya pada bidang politik. Kesadaran akan hak sebagai warga negara dan hak warga daerah semakin terlihat. Disisi lain, pemekaran wilayah tingkat I dan tingkat II pun semakin mewarnai UU otonomi tersebut.
Seiring dengan pemekaran wilayah, kesadaran akan hak politik yang semakin meningkat, maka semakin marak juga Pilkada di.daerah. Keinginan  atau isu untuk mengangkat putra daerah menjadi pemimpin daerahnya menjadi kental dan dijadikan sebagai sebuah alasan untuk tidak menerima pemimpin yang bukan dari daerahnya. Fanatisme ke daerahan yang diusung serta fanatisme terhadap calon Kepala Daerah (KADA), sering menjadi pemicu  kericuhan dalam pilkada, ketika sang calon tidak menang. Beberapa kasus kerusuhan pilkada di beberapa daerah mencerminkan hal ini, dan masyarakat selaku pemilih KADA yang menjadi korban.
Jabatan Kepala Daerah adalah jabatan politis, mengingat bahwa kepala daerah dipilih melalui mekanisme pemilihan langsung oleh masyarakat dan tidak semua anggota masyarakat dapat menjadi calon KADA. Hanya yang diusung oleh partai politik saja yang dapat menjadi calon KADA. Dan masyarakat hanya tinggal coblos calon yang telah disediakan oleh partai politik, apakah calon itu kompeten atau tidak. Retorika-retorika dalam berkampanye di pilkada oleh calon atau tim suksesnya atau partai pengusung, merupakan sebuah arus komunikasi satu arah, yang hampir dapat dipastikan, masyarakat tidak dapat menuntut apa yang telah dikampanyekan, ketika sang calon menang.
Masyarakat pemilih sebagai sebuah kunci kemenangan calon KADA dalam Pilkada tersebut, telah menjadi sebuah objek dalam pilkada, mengingat bahwa pemilih diarahkan pada mekanisme tinggal coblos, tanpa mengetahui secara pasti kapabilitas dari sang calon. Namun  demikian pemilih sedikit banyak mempunyai harapan-harapan terhadap calon yang dicoblosnya, apakah harapan pada bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Pencitraan sang calon oleh partai pengusung dan tim suksesnya, merupakan sebuah usaha untuk memikat pemilih dengan menggunakan media-media yang dapat menjangkau semua lapisan masyarakat. Diharapkan melalui media-media ini, akan membangun image sang calon menjadi calon yang ”Super”.
Dibalik sebuah pelaksanaan Pilkada, didalamnya terdapat agenda-agenda tersembunyi, yang sekali lagi, masyarakat pemilih tidak dapat mendeteksi agenda tersembunyi tersebut. Agenda tersembunyi merupakan hasil kompromi sang calon KADA dengan partai pengusung serta tim suksesnya. Mengingat bahwa untuk dapat mengikuti pilkada tersebut, sang calon perlu membentuk tim sukses, dan perlu melakukan pencitraan di masyarakat, serta kampanye-kampanye, maka sang calon mutlak memiliki dana cukup besar untuk melakukan hal-hal tersebut. Sangat muskil ada partai pengusung dan tim sukses yang membiayai sang calon, tanpa ada kompensasi dibelakang hari. Manakala sang calon yang diusung kurang memiliki dana tersebut, maka donasi kepada calon pun ditempuh, yang hal ini dibenarkan oleh undang-undang. Donatur yang membiayai kampanye dan lain-lainnya, tentunya pula ada ”deal-deal” dengan sang calon ketika sang calon menang.

Hal yang perlu ditelaah adalah, bagaimana dengan pemilih, yang dengannya sang calon tidak ada deal-deal tertentu, mengingat bahwa   kampanye yang dilakukan calon KADA adalah  merupakan sebuah pencitraan, bukan sebuah kesepakatan dengan masyarakat pemilih. akhirnya masyarakat pemilih tidak mempunyai daya dorong dan daya tawar kepada pemenang  Pilkada, untuk meminta realisasi seperti yang telah dicitrakan dalam kampanye. Untuk itu masyarakat perlu diberikan porsi yang cukup untuk dapat mengevaluasi agar ”deal-deal” dengan para partai pengusung, dengan tim sukses, dan donatur, tidal lebih besar dibandingkan dengan kepedulian terhadap masyarakat yang telah menjadikannya sebagai KADA. Kompromi apapun dengan partai pengusung, tim sukses dan donatur tidak ada artinya ketika masyarakat pemilih tidak mencoblosnya, dalam pilkada.

KEKUATAN PASAR GLOBAL DALAM MEMPENGARUHI STRATEGI PEMASARAN

Globalisasi sebagai implikasi dari kemajuan tekhnologi serta sebagai sebuah akibat dari keinginan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar telah membawa pelaku bisnis kearah persaingan mendapatkan pasar, baik pasar dalam negeri atau pasar luar negeri.
Kemajuan tekhnologi telah memungkinkan pelaku bisnis dapat melakukan transaksi atau pertukaran (penawaran dan permintaan) secara cepat dan lebih efisien. Dengan kemajuan tekhnologi juga pelaku bisnis dapat melakukan kegiatan-kegiatan promosi dan diskusi-diskusi dalam rangka mendapatkan posisi di pasar.
Prilaku pelaku bisnis dan prilaku konsumen, baik dalam negeri maupun konsumen luar negeri pun mengalami transformasi. Informasi pasar yang semakin transfaran membuka peluang pelaku bisnis dalam memperluas pangsa pasar. seiring dengan terbukanya informasi tersebut mendorong para pelaku bisnis dari berbagai Negara melakukan kontak-kontak bisnis antar perusahaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan lebih intent. Sehingga pemikiran-pemikiran yang bersifat global mendasari pada perencanaan/pengambilan keputusan secara strategis.
Dengan terbukanya informasi pasar, baik penawaran maupun permintaan, juga telah mempengaruhi pola prilaku konsumen. Konsumen telah lebih selektif dalam memilih produk, mengingat terdapat banyak pilihan tersedia baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri. Fanatisme terhadap konsumsi suatu produk tertentu beralih pada pencarian alternatif-alternatif baru yang lebih memungkinkan memberikan keuntungan atau kepuasan yang lebih baik. Terjadinya akulturasi budaya turut mempengaruhi prilaku konsumen di berbagai negara. Akulturasi budaya ini membawa para konsumen melakukan kegiatan/aktifitas konsumsinya sejalan dengan budaya baru. Transformasi faham politik, transformasi kepemimpinan atau kebijaksanaan public tertentu suatu Negara dapat dijadikan sebagai sebuah peluang (opportunities) dan sekaligus juga sebagai sebuah ancaman (threat). Menjadi peluang manakala transformasi tersebut memberikan pangsa pasar baru, dan menjadi ancaman manakala transformasi justru menyebabkan berkurang atau bahkan hilangnya pangsa pasar.
Transformasi-transformasi yang terjadi dalam era global ini bagi pelaku bisnis perlu dicermati, mengingat jumlah pesaing (competitor) akan semakin bertambah, dan konsumen lebih jeli dalam membeli. Sehingga pelaku bisnis dalam menyusun rencana strategisnya perlu mempertimbangkan analisis-analisis yang komprehensif, intens / terus menerus, serta berorientasi pada pasar global. Kekeliruan dalam menyusun rencana strategis akan berakibat pada kekalahan dalam persaingan yang akhirnya kebangkrutan. Strategi-strategi intensifikasi dan diversifikasi pemasaran perlu disusun dan diimplementasikan pada semua bagian dengan lebih terintegrasi, dari Board of Commisioner, Board of director sampai dengan frontline (line depan) yang berhubungan langsung dengan klien (customer).
Analisis pasar serta penyusunan rencana strategis seperti yang disampaikan di atas, memerlukan sebuah studi tersendiri yang lebih memfokuskan pada perkembangan model-model strategi pemasaran. Manajer-manajer pemasaran perlu dibekali dengan referensi-referensi tentang strategi pemasaran yang up to date, sehingga dalam implementasi di organisasi bisnis, para manajer pemasaran tersebut akan lebih mudah mengakomodasikan transformasi pasar dengan rencana strategis yang ada di perusahaan.
Organisasi bisnis, tidak akan terlepas dari  kegiatan pemasaran yang diawali analysis, forecesting, implementation sampai dengan evaluation. Untuk itu investasi pada sumber daya manusia (Human Investment) dalam mempelajari pemasaran akan menjadi asset di masa yang akan datang, serta meningkatkan citra organisasi (Organization Performance).

----------------- 

MEMBANGUN JIWA ENTREPRENEUR KEPALA DAERAH

Salah satu indikator adanya  semangat reformasi adalah berkembangnya nuansa desentralisasi yang semakin kencang diakhir tahun 1999an. komponen masyarakat berbondong-bondong menyampaikan aspirasinya untuk pemekaran wilayahnya. keinginan untuk lebih mandiri dan membangun daerahnya berdasarkan pada batasan wilayah yang lebih kecil. potensi-potensi wilayah yang dianggap tidak termanfaatkan secara proporsional semakin mendorong wilayah tertentu untuk melepaskan diri dari wilayahnya. terlepas dari kepentingan politik segelintir kelompok masyarakat, ketimpangan-ketimpangan kesejahteraan masyarakat dan potensi sumber daya yang terabaikan menjadi salah satu dari beberapa isu yang melekat pada setiap kali penyampaian aspirasi pemekaran wilayah.
Undang-undang no 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah serta undang-undang no 25 tahun 1999 tentang perimbangan  keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah,   dimasa pemerintahan presiden Habibie,  menjadi cikal bakal lahirnya undang-undang otonomi daerah no 32 tahun 2004.
Undang-undang no 22 tahun 1999 telah memberikan kewenang yang lebih besar bagi daerah untuk mengelola potensi-potensi daerahnya secara lebih mandiri. Diharapkan dengan kemandirian ini daerah menjadi dapat lebih baik dalam menetapkan prioritas pembangunan yang lebih tepat sasaran serta distribusi pendapatan daerah untuk pembangunan dapat lebih cepat dilakukan. Dengan undang-undang ini pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan lokal. Namun demikian, disisi lain hal ini sangat tergantung pada dana perimbangan (transfer pemerintah pusat ke daerah). Untuk itu kebijakan-kebijakan lokal atau pada tingkat daerah, masih terkendala dengan adanya ketidak seimbangan antara transfer dengan kebutuhan fiskal daerah.
Dalam UU no 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan kewenang yang lebih untuk mengelola daerahnya. peran legislatif daerah pun mendapatkan porsi yang lebih besar untuk melakukan investigasi, pengawasan dan pengendalian terhadap kepala daerah dan institusi-institusi di bawahnya. Melalui otonomi daerah ini, dimana daerah dapat memiliki dan mengelola dana yang lebih besar maka kebutuhan akan kemampuan mengelola dana masyarakat tersebut menjadi hal yang mutlak.  pada beberapa daerah, yang memiliki potensi sumber daya yang relatif lebih kecil, tentunya kebutuhan fiskalnya pun akan berbanding lurus dengan kemampuan pengelolaan dana masyarakat dan kemampuan pengelolaan potensi sumber daya.
Beberapa pemerintahan daerah mampu hasil pemekaran wilayah mampu memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerahnya. namun demikian, beberapa daerah juga belum mampu memberikan kontribusi secara signifikan kepada peningkatan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat.
Hal lain yang mewarnai fenomena otonomi daerah ini adalah semakin besarnya wewenang dan kekuasaan kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya. Dengan dukungan UU otonomi daerah serta sistem politik di Indonesia saat ini, terbuka peluang yang besar bagi kepala daerah untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan wewenang dan kekuasaannya.  Korupsi untuk pribadi kepala daerah dan atau korupsi untuk kepentingan partai dengan penggunaan aset-aset pemerintah daerah menjadi headline pada beberapa media massa nasional atau lokal. kepentingan masyarakat menjadi tergadaikan.
Kepala daerah adalah CEO
Dengan sistem politik saat ini, kepala daerah dapat berasal dari berbagai latarbelakang pekerjaan, pendidikan dan lain-lain. Sehingga hal ini akan mempengaruhi pada gaya kepemimpinannya sebagai kepala daerah, Walau demikian tidak berarti bahwa kepala daerah yang berlatarbelakang tertentu akan lebih baik atau lebih buruk dalam memimpin daerahnya. Ada faktor-faktor yang akan mempengaruhi kepemimpinan seorang kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya. Sistem birokrasi, sistem politik, budaya dan lain-lain, dapat menjadi faktor-faktor yang akan membawa kepemimpinan kepala daerah lebih baik, atau sebaliknya akan menjadikan kepemimpinan kepala daerah menjadi lebih buruk. Beberapa kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi atau kasus-kasus asusila, merupakan fakta empiris yang menunjukan ketidak berhasilannya dalam memimpin.
Potensi-potensi daerah seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya informasi, sumber daya teknologi dan lain-lainnya, merupakan push factor dan full factor yang perlu dicermati dan dikaji untuk dikembangkan. kreativitas kepala daerah dalam menemukan potensi-potensi tersebut menjadi suatu hal wajib, yang dengan kreativitas ini kepala daerah dapat mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya tanpa harus membebani masyarakatnya dengan segala pungutan/pajak daerah, tanpa harus berkeluh kesah dengan keterbatasan wilayah, keterbatasan sumber daya dan lain-lain. kalau Dahlan Iskan (dalam bukunya manufacturing hope) mengatakan bahwa pimpinan BUMN harus memiliki integritas dan fokus, maka kiranya hal ini perlu ditambahkan dengan kreativitas bagi seorang kepala daerah.
Sektor publik dalam hal ini adalah pemerintahan daerah baik pada tingkat provinsi atau kota/kabupaten, memiliki fungsi pelayanan kepada masyarskat yang mana fungsi ini harus didukung oleh fungsi lain yaitu pemenuhan kebutuhan fiskal.  Pada sektor publik ini, kepala daerah menyusun perencanaan pembangunannya melalui APBD, mengorganizing semua institusi (dinas, lembaga swadaya masyarakat, Badan usaha daerah dan lain-lain),  melakukan pengarahan-pengarahan, serta melakukan fungsi pengawasan. hal ini tentunya ditujukan untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Tidak berbeda tentunya dengan sektor privat/korporasi, fungsi-fungsi manajerial saja tidak cukup untuk menjalankan bisnisnya. krativitas, integritas dan focusnya seorang Chief Executive Officer (CEO) dalam Penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif menjadi hal yang dapat meningkatkan kinerja bisnisnya dan menjadikannya sebagai comptetitive advantage.
Dengan demikian bahwa dalam diri seorang kepala daerah melekat pula perannya sebagai CEO. peran sebagai kepala daerah tidak bisa dilepaskan dari managerial skillsnya dalam mencapai tujuan kesejahteraan kolektif dan fungsi leadership dalam memperbaiki proses, inovasi, dan transformasi melalui envisioning, energizing dan enabling.
Envisioning. Kepala  daerah dalam melaksanakan kepemimpinannya (membuat kebijakan, berperilaku, prnggunaan sumber daya), perlu memperhatikan aspek-aspek bagaimana seorang kepala daerah mampu memberikan keyakinan kepada masyarakat (di sektor private sama dengan karyawan), bahwa dengan kepemimpinannya masyarakat akan mendapatkan manfaat yang lebih baik.  Hal ini perlu ditunjukan dengan perilaku yang mencerminkan integritasnya sebagai seorang kepala daerah, sebagai seorang pemimpin dan seorang CEO.
Energizing. Untuk dapat mengorganisasikan institusi-institusi yang berada dalam wewenang kepala daerah, membutuhkan kejelian dalam menemukan potensi-potensi untuk capacity building, dan kreativitas menjadi penting. Bagi seorang CEO, berpikir secara paralel dalam menganalisis kinerja bisnisnya dapat membantu menemukan titik-titik yang masih dapat ditingkatkan atau diperbaiki sehingga menjadi keunggulan dalam berkompetisi.  Untuk dapat menggerakan sumber daya, seorang CEO (= Kepala daerah) membutuhkan penampilan yang percaya diri dan menunjukan keyakinan yang besar bahwa peningkatan kapasitas (capacity building) dapat dicapai. Berkeluh kesahnya CEO/ kepala daerah atas keterbatasan dan permasalahan yang dihadapi, tanpa melakukan sesuatu perbaikan-perbaikan, hanya akan memberikan kesan negatif dari masyarakat.
Enabling. Persoalan yang dihadapi masyarakat adalah persoalan kepala daerah, merupakan tanggungjawab yang akan dipertanggungjawabkan pada masa akhir jabatannya, dan masa akhir hidupnya. keberhasilan kepala daerah dapat dilihat setelahk kepala daerah tersebut tidak lagi menjabat, apakah akan dirindukan keberadaanya lagi atau disesali keberadaanya dimasa  menjabat. 
konsistensi kebijakan kepala daerah dan fokus pada pembangunan kapasitas untuk kesejahteraan kolektif, menjadi tolok ukur  dalam keberhasilan untuk menggerakan dan mengendalikan pemerintahannya. sebaliknya inkonsistensi terhadap kebijakan dan perilaku kepala daerah/CEO,  dapat meruntuhkan kepercayaan masyarakat sehingga bisa jadi akan disesali keberadaanya.
Kesimpulan
Pada diri seorang kepala daerah mau tidak mau akan menempel pula peran lain yaitu peran sebagai seorang CEO. Dukungan politik kepada  Kepala daerah (tingkat provinsi/kota/kabupaten) saja, tidak cukup untuk melaksanakan pembangunan daerahnya. Diperlukan kreatifitas, integritas dan fokus dalam menjalankan tugasnya yang dicerminkan melalui kemampuannya dalam envisioning, energizing dan enabling.
Era Reformasi yang telah berlalu lebih dari satu dasawarsa, dan dalam memasuki globalisasi ekonomi regional dan dunia membutuhkan kepala daerah yang mampu memberikan solusi-solusi bagi masyarakat secara lebih baik dan fokus pada peningkatan kapasitas masyarakat, sehingga masyarakat dapat memiliki competitive advantage dengan negara lain.
Dengan perbedaan latarbelakang seorang kepala daerah dan kebutuhan akan peningkatan capacity building, maka dalam melaksanakan tugasnya sebagai  kepala daerah perlu juga memiliki kerangka pikir sebagai seorang entrepreneur sehingga peningkatan capacity building masyarakat beserta komponen-komponennya  dan kesejahteraan secara kolektif dapat dicapai.


---------------------------