RADAR BOGOR, 22 MEI 2014
Halaman
streetdirectory
Jumat, 18 Juli 2014
Senin, 14 Juli 2014
Rabu, 22 Januari 2014
Membungakan Jalan Soleh Iskandar, Kota Bogor, Jawa Barat
Kenyamanan berkendara salah satunya ditentukan oleh
pemandangan sepanjang perjalanan. Keindahan pemandangan dapat memberikan kesan
tersendiri bagi pengguna jalan baik berkendaraan maupun pejalan kaki. Perasaan
penat setelah menempuh perjalanan serta, suasana macet dapat mendorong tingkat
stress yang lebih tinggi. Selain itu perubahan iklim yang cenderung memanas,
semakin membuat berkurangnya rasa nyaman dalam menggunakan ruas-ruas jalan.
Pemandangan yang asri dan berwarna dapat memberikan kesan
segar dan ceria yang akhirnya dapat menguangi stress. Suasana berwarna yang
penuh dengan bunga akhirnya dapat menjadikan perjalanan yang menyenangkan
walaupun dalam kondisi macet. Fasilitas trotoar bagi pejalan kaki sering kali
memberikan suasana panas karena hanya terdiri dari material bata, yang kesannya
adalah satu warna. Bahkan tidak sedikit akhirnya trotoar dipergunakan untuk
berjualan.
Demikian juga dengan fasilitas shelter angkutan umum, yang kurang memberikan
kenyamanan bagi penggunanya. Shelter kumuh
dan terkesan “satu warna” menjadi ciri khas fasilitas transportasi di
Indonesia. Waktu menunggu angkutan membosankan menjadi rutinitas yang dapat
memicu stress penggunanya.
Melihat hal-hal di atas maka perlu di berikan suasana
tersendiri sepanjang perjalanan sehingga pengguna menjadi lebih nyaman dalam
memanfaatkan fasilitas transportasi (jalan dan shelter). Dalam hal ini adalah
menanam bunga pada beberapa meter dan
shelter dengan menyediakan media pot bunga yang dibuat sedemikian rupa,
sehingga tidak mengganggu pengguna dan tidak merusak trotoar dan shelter.
Strategi yang dapat dialkukan diantaranya adalah :
a. Pihak Pemda Kota Bogor serta Dinas Pekerjaan PU
b. Melibatkan beberapa pelaku bisnis (pengelola ruko/rukan/mall)
sepannjang jalan Soleh Iskandar agar dapat turut memelihara keberadaan
bunga-bunga tersebut.
c. Disarankan ke Pemda Kota Bogor agar membuat Perda
lingkungan dimana isinya mewajibkan setiap pengelola ruko/rukan, untuk
menyediakan lahan hijau.
Dibalik skenario PILKADA
Undang-undang otonomi daerah
sebagai suatu hasil diakomodirnya aspirasi masyarakat, dan reformasi telah
banyak membawa perubahan signifikan dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat
khususnya pada bidang politik. Kesadaran akan hak
sebagai warga negara dan hak warga daerah semakin terlihat. Disisi lain, pemekaran wilayah tingkat I
dan tingkat II pun semakin mewarnai UU otonomi tersebut.
Seiring dengan pemekaran
wilayah, kesadaran akan hak politik yang semakin meningkat, maka semakin marak
juga Pilkada di.daerah. Keinginan atau
isu untuk mengangkat putra daerah menjadi pemimpin daerahnya menjadi kental dan
dijadikan sebagai sebuah alasan untuk tidak menerima pemimpin yang bukan dari
daerahnya. Fanatisme ke daerahan yang diusung serta fanatisme terhadap calon
Kepala Daerah (KADA), sering menjadi pemicu
kericuhan dalam pilkada, ketika sang calon tidak menang. Beberapa kasus
kerusuhan pilkada di beberapa daerah mencerminkan hal ini, dan masyarakat
selaku pemilih KADA yang menjadi korban.
Jabatan Kepala Daerah adalah
jabatan politis, mengingat bahwa kepala daerah dipilih melalui mekanisme
pemilihan langsung oleh masyarakat dan tidak semua anggota masyarakat dapat menjadi
calon KADA. Hanya yang diusung oleh partai politik saja yang dapat menjadi
calon KADA. Dan masyarakat hanya tinggal coblos calon yang telah disediakan
oleh partai politik, apakah calon itu kompeten atau tidak. Retorika-retorika
dalam berkampanye di pilkada oleh calon atau tim suksesnya atau partai
pengusung, merupakan sebuah arus komunikasi satu arah, yang hampir dapat
dipastikan, masyarakat tidak dapat menuntut apa yang telah dikampanyekan,
ketika sang calon menang.
Masyarakat pemilih sebagai
sebuah kunci kemenangan calon KADA dalam Pilkada tersebut, telah menjadi sebuah
objek dalam pilkada, mengingat bahwa pemilih diarahkan pada mekanisme tinggal
coblos, tanpa mengetahui secara pasti kapabilitas dari sang calon. Namun demikian pemilih sedikit banyak mempunyai
harapan-harapan terhadap calon yang dicoblosnya, apakah harapan pada bidang
ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Pencitraan sang calon oleh partai
pengusung dan tim suksesnya, merupakan sebuah usaha untuk memikat pemilih
dengan menggunakan media-media yang dapat menjangkau semua lapisan masyarakat.
Diharapkan melalui media-media ini, akan membangun image sang calon menjadi
calon yang ”Super”.
Dibalik sebuah pelaksanaan
Pilkada, didalamnya terdapat agenda-agenda tersembunyi, yang sekali lagi,
masyarakat pemilih tidak dapat mendeteksi agenda tersembunyi tersebut. Agenda
tersembunyi merupakan hasil kompromi sang calon KADA dengan partai pengusung
serta tim suksesnya. Mengingat bahwa untuk dapat mengikuti pilkada tersebut,
sang calon perlu membentuk tim sukses, dan perlu melakukan pencitraan di
masyarakat, serta kampanye-kampanye, maka sang calon mutlak memiliki dana cukup
besar untuk melakukan hal-hal tersebut. Sangat muskil ada partai pengusung dan
tim sukses yang membiayai sang calon, tanpa ada kompensasi dibelakang hari.
Manakala sang calon yang diusung kurang memiliki dana tersebut, maka donasi
kepada calon pun ditempuh, yang hal ini dibenarkan oleh undang-undang. Donatur
yang membiayai kampanye dan lain-lainnya, tentunya pula ada ”deal-deal” dengan sang calon ketika sang
calon menang.
Hal yang perlu ditelaah
adalah, bagaimana dengan pemilih, yang dengannya sang calon tidak ada deal-deal
tertentu, mengingat bahwa kampanye yang
dilakukan calon KADA adalah merupakan
sebuah pencitraan, bukan sebuah kesepakatan dengan masyarakat pemilih. akhirnya
masyarakat pemilih tidak mempunyai daya dorong dan daya tawar kepada
pemenang Pilkada, untuk meminta
realisasi seperti yang telah dicitrakan dalam kampanye. Untuk itu masyarakat
perlu diberikan porsi yang cukup untuk dapat mengevaluasi agar ”deal-deal” dengan para partai
pengusung, dengan tim sukses, dan donatur, tidal lebih besar dibandingkan
dengan kepedulian terhadap masyarakat yang telah menjadikannya sebagai KADA.
Kompromi apapun dengan partai pengusung, tim sukses dan donatur tidak ada
artinya ketika masyarakat pemilih tidak mencoblosnya, dalam pilkada.
KEKUATAN PASAR GLOBAL DALAM MEMPENGARUHI STRATEGI PEMASARAN
Globalisasi sebagai implikasi dari kemajuan tekhnologi
serta sebagai sebuah akibat dari keinginan untuk memperoleh keuntungan yang
lebih besar telah membawa pelaku bisnis kearah persaingan mendapatkan pasar,
baik pasar dalam negeri atau pasar luar negeri.
Kemajuan tekhnologi telah memungkinkan pelaku bisnis
dapat melakukan transaksi atau pertukaran (penawaran dan permintaan) secara
cepat dan lebih efisien. Dengan kemajuan tekhnologi juga pelaku bisnis dapat
melakukan kegiatan-kegiatan promosi dan diskusi-diskusi dalam rangka
mendapatkan posisi di pasar.
Prilaku pelaku bisnis dan prilaku konsumen, baik dalam negeri
maupun konsumen luar negeri pun mengalami transformasi. Informasi pasar yang
semakin transfaran membuka peluang pelaku bisnis dalam memperluas pangsa pasar.
seiring dengan terbukanya informasi tersebut mendorong para pelaku bisnis dari
berbagai Negara melakukan kontak-kontak bisnis antar perusahaan baik di dalam negeri
maupun di luar negeri dengan lebih intent. Sehingga pemikiran-pemikiran yang
bersifat global mendasari pada perencanaan/pengambilan keputusan secara
strategis.
Dengan terbukanya informasi pasar, baik penawaran maupun
permintaan, juga telah mempengaruhi pola prilaku konsumen. Konsumen telah lebih
selektif dalam memilih produk, mengingat terdapat banyak pilihan tersedia baik
produk dalam negeri maupun produk luar negeri. Fanatisme terhadap konsumsi
suatu produk tertentu beralih pada pencarian alternatif-alternatif baru yang
lebih memungkinkan memberikan keuntungan atau kepuasan yang lebih baik. Terjadinya
akulturasi budaya turut mempengaruhi prilaku konsumen di berbagai negara.
Akulturasi budaya ini membawa para konsumen melakukan kegiatan/aktifitas
konsumsinya sejalan dengan budaya baru. Transformasi faham politik,
transformasi kepemimpinan atau kebijaksanaan public tertentu suatu Negara dapat
dijadikan sebagai sebuah peluang (opportunities) dan sekaligus juga sebagai
sebuah ancaman (threat). Menjadi peluang manakala transformasi tersebut
memberikan pangsa pasar baru, dan menjadi ancaman manakala transformasi justru
menyebabkan berkurang atau bahkan hilangnya pangsa pasar.
Transformasi-transformasi yang terjadi dalam era global
ini bagi pelaku bisnis perlu dicermati, mengingat jumlah pesaing (competitor)
akan semakin bertambah, dan konsumen lebih jeli dalam membeli. Sehingga pelaku
bisnis dalam menyusun rencana strategisnya perlu mempertimbangkan
analisis-analisis yang komprehensif, intens / terus menerus, serta berorientasi
pada pasar global. Kekeliruan dalam menyusun rencana strategis akan berakibat
pada kekalahan dalam persaingan yang akhirnya kebangkrutan. Strategi-strategi
intensifikasi dan diversifikasi pemasaran perlu disusun dan diimplementasikan
pada semua bagian dengan lebih terintegrasi, dari Board of Commisioner, Board
of director sampai dengan frontline (line depan) yang berhubungan langsung
dengan klien (customer).
Analisis pasar serta penyusunan rencana strategis
seperti yang disampaikan di atas, memerlukan sebuah studi tersendiri yang lebih
memfokuskan pada perkembangan model-model strategi pemasaran. Manajer-manajer
pemasaran perlu dibekali dengan referensi-referensi tentang strategi pemasaran
yang up to date, sehingga dalam implementasi di organisasi bisnis, para manajer
pemasaran tersebut akan lebih mudah mengakomodasikan transformasi pasar dengan
rencana strategis yang ada di perusahaan.
Organisasi bisnis,
tidak akan terlepas dari kegiatan
pemasaran yang diawali analysis, forecesting, implementation sampai dengan
evaluation. Untuk itu investasi pada sumber daya manusia (Human Investment) dalam
mempelajari pemasaran akan menjadi asset di masa yang akan datang, serta
meningkatkan citra organisasi (Organization Performance).
-----------------
MEMBANGUN JIWA ENTREPRENEUR KEPALA DAERAH
Salah satu indikator adanya
semangat reformasi adalah berkembangnya nuansa desentralisasi yang
semakin kencang diakhir tahun 1999an. komponen masyarakat berbondong-bondong
menyampaikan aspirasinya untuk pemekaran wilayahnya. keinginan untuk lebih
mandiri dan membangun daerahnya berdasarkan pada batasan wilayah yang lebih
kecil. potensi-potensi wilayah yang dianggap tidak termanfaatkan secara
proporsional semakin mendorong wilayah tertentu untuk melepaskan diri dari
wilayahnya. terlepas dari kepentingan politik segelintir kelompok masyarakat,
ketimpangan-ketimpangan kesejahteraan masyarakat dan potensi sumber daya yang
terabaikan menjadi salah satu dari beberapa isu yang melekat pada setiap kali
penyampaian aspirasi pemekaran wilayah.
Undang-undang no 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah serta
undang-undang no 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, dimasa pemerintahan presiden
Habibie, menjadi cikal bakal lahirnya
undang-undang otonomi daerah no 32 tahun 2004.
Undang-undang no 22 tahun 1999 telah memberikan kewenang yang lebih
besar bagi daerah untuk mengelola potensi-potensi daerahnya secara lebih
mandiri. Diharapkan dengan kemandirian ini daerah menjadi dapat lebih baik
dalam menetapkan prioritas pembangunan yang lebih tepat sasaran serta
distribusi pendapatan daerah untuk pembangunan dapat lebih cepat dilakukan.
Dengan undang-undang ini pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan lokal.
Namun demikian, disisi lain hal ini sangat tergantung pada dana perimbangan
(transfer pemerintah pusat ke daerah). Untuk itu kebijakan-kebijakan lokal atau
pada tingkat daerah, masih terkendala dengan adanya ketidak seimbangan antara
transfer dengan kebutuhan fiskal daerah.
Dalam UU no 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, pemerintah daerah
diberikan kewenang yang lebih untuk mengelola daerahnya. peran legislatif
daerah pun mendapatkan porsi yang lebih besar untuk melakukan investigasi,
pengawasan dan pengendalian terhadap kepala daerah dan institusi-institusi di
bawahnya. Melalui otonomi daerah ini, dimana daerah dapat memiliki dan
mengelola dana yang lebih besar maka kebutuhan akan kemampuan mengelola dana
masyarakat tersebut menjadi hal yang mutlak.
pada beberapa daerah, yang memiliki potensi sumber daya yang relatif
lebih kecil, tentunya kebutuhan fiskalnya pun akan berbanding lurus dengan
kemampuan pengelolaan dana masyarakat dan kemampuan pengelolaan potensi sumber
daya.
Beberapa pemerintahan daerah mampu hasil pemekaran wilayah mampu
memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerahnya. namun demikian,
beberapa daerah juga belum mampu memberikan kontribusi secara signifikan kepada
peningkatan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat.
Hal lain yang mewarnai fenomena otonomi daerah ini adalah semakin
besarnya wewenang dan kekuasaan kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya.
Dengan dukungan UU otonomi daerah serta sistem politik di Indonesia saat ini,
terbuka peluang yang besar bagi kepala daerah untuk melakukan
penyimpangan-penyimpangan wewenang dan kekuasaannya. Korupsi untuk pribadi kepala daerah dan atau
korupsi untuk kepentingan partai dengan penggunaan aset-aset pemerintah daerah
menjadi headline pada beberapa media massa nasional atau lokal. kepentingan
masyarakat menjadi tergadaikan.
Kepala daerah adalah CEO
Dengan sistem politik saat ini, kepala daerah dapat berasal dari
berbagai latarbelakang pekerjaan, pendidikan dan lain-lain. Sehingga hal ini
akan mempengaruhi pada gaya kepemimpinannya sebagai kepala daerah, Walau
demikian tidak berarti bahwa kepala daerah yang berlatarbelakang tertentu akan
lebih baik atau lebih buruk dalam memimpin daerahnya. Ada faktor-faktor yang
akan mempengaruhi kepemimpinan seorang kepala daerah dalam melaksanakan
tugasnya. Sistem birokrasi, sistem politik, budaya dan lain-lain, dapat menjadi
faktor-faktor yang akan membawa kepemimpinan kepala daerah lebih baik, atau
sebaliknya akan menjadikan kepemimpinan kepala daerah menjadi lebih buruk.
Beberapa kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi atau kasus-kasus asusila,
merupakan fakta empiris yang menunjukan ketidak berhasilannya dalam memimpin.
Potensi-potensi daerah seperti sumber daya alam, sumber daya
manusia, sumber daya informasi, sumber daya teknologi dan lain-lainnya,
merupakan push factor dan full factor yang perlu dicermati dan dikaji untuk
dikembangkan. kreativitas kepala daerah dalam menemukan potensi-potensi
tersebut menjadi suatu hal wajib, yang dengan kreativitas ini kepala daerah
dapat mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya tanpa harus membebani
masyarakatnya dengan segala pungutan/pajak daerah, tanpa harus berkeluh kesah
dengan keterbatasan wilayah, keterbatasan sumber daya dan lain-lain. kalau
Dahlan Iskan (dalam bukunya manufacturing hope) mengatakan bahwa pimpinan BUMN
harus memiliki integritas dan fokus, maka kiranya hal ini perlu ditambahkan
dengan kreativitas bagi seorang kepala daerah.
Sektor publik dalam hal ini adalah pemerintahan daerah baik pada
tingkat provinsi atau kota/kabupaten, memiliki fungsi pelayanan kepada
masyarskat yang mana fungsi ini harus didukung oleh fungsi lain yaitu pemenuhan
kebutuhan fiskal. Pada sektor publik
ini, kepala daerah menyusun perencanaan pembangunannya melalui APBD,
mengorganizing semua institusi (dinas, lembaga swadaya masyarakat, Badan usaha
daerah dan lain-lain), melakukan
pengarahan-pengarahan, serta melakukan fungsi pengawasan. hal ini tentunya
ditujukan untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Tidak berbeda tentunya dengan sektor privat/korporasi,
fungsi-fungsi manajerial saja tidak cukup untuk menjalankan bisnisnya.
krativitas, integritas dan focusnya seorang Chief Executive Officer (CEO) dalam
Penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif menjadi hal yang dapat
meningkatkan kinerja bisnisnya dan menjadikannya sebagai comptetitive
advantage.
Dengan demikian bahwa dalam diri seorang kepala daerah melekat pula
perannya sebagai CEO. peran sebagai kepala daerah tidak bisa dilepaskan dari
managerial skillsnya dalam mencapai tujuan kesejahteraan kolektif dan fungsi
leadership dalam memperbaiki proses, inovasi, dan transformasi melalui envisioning,
energizing dan enabling.
Envisioning. Kepala daerah dalam
melaksanakan kepemimpinannya (membuat kebijakan, berperilaku, prnggunaan sumber
daya), perlu memperhatikan aspek-aspek bagaimana seorang kepala daerah mampu
memberikan keyakinan kepada masyarakat (di sektor private sama dengan
karyawan), bahwa dengan kepemimpinannya masyarakat akan mendapatkan manfaat
yang lebih baik. Hal ini perlu
ditunjukan dengan perilaku yang mencerminkan integritasnya sebagai seorang
kepala daerah, sebagai seorang pemimpin dan seorang CEO.
Energizing. Untuk dapat mengorganisasikan institusi-institusi yang berada dalam
wewenang kepala daerah, membutuhkan kejelian dalam menemukan potensi-potensi
untuk capacity building, dan kreativitas menjadi penting. Bagi seorang CEO, berpikir
secara paralel dalam menganalisis kinerja bisnisnya dapat membantu menemukan
titik-titik yang masih dapat ditingkatkan atau diperbaiki sehingga menjadi
keunggulan dalam berkompetisi. Untuk
dapat menggerakan sumber daya, seorang CEO (= Kepala daerah) membutuhkan
penampilan yang percaya diri dan menunjukan keyakinan yang besar bahwa
peningkatan kapasitas (capacity building) dapat dicapai. Berkeluh kesahnya CEO/
kepala daerah atas keterbatasan dan permasalahan yang dihadapi, tanpa melakukan
sesuatu perbaikan-perbaikan, hanya akan memberikan kesan negatif dari
masyarakat.
Enabling. Persoalan yang dihadapi masyarakat adalah persoalan kepala daerah,
merupakan tanggungjawab yang akan dipertanggungjawabkan pada masa akhir
jabatannya, dan masa akhir hidupnya. keberhasilan kepala daerah dapat dilihat
setelahk kepala daerah tersebut tidak lagi menjabat, apakah akan dirindukan
keberadaanya lagi atau disesali keberadaanya dimasa menjabat.
konsistensi kebijakan kepala daerah dan fokus pada pembangunan
kapasitas untuk kesejahteraan kolektif, menjadi tolok ukur dalam keberhasilan untuk menggerakan dan
mengendalikan pemerintahannya. sebaliknya inkonsistensi terhadap kebijakan dan
perilaku kepala daerah/CEO, dapat
meruntuhkan kepercayaan masyarakat sehingga bisa jadi akan disesali
keberadaanya.
Kesimpulan
Pada diri seorang kepala daerah mau tidak mau akan menempel pula
peran lain yaitu peran sebagai seorang CEO. Dukungan politik kepada Kepala daerah (tingkat
provinsi/kota/kabupaten) saja, tidak cukup untuk melaksanakan pembangunan
daerahnya. Diperlukan kreatifitas, integritas dan fokus dalam menjalankan
tugasnya yang dicerminkan melalui kemampuannya dalam envisioning, energizing
dan enabling.
Era Reformasi yang telah berlalu lebih dari satu dasawarsa, dan
dalam memasuki globalisasi ekonomi regional dan dunia membutuhkan kepala daerah
yang mampu memberikan solusi-solusi bagi masyarakat secara lebih baik dan fokus
pada peningkatan kapasitas masyarakat, sehingga masyarakat dapat memiliki
competitive advantage dengan negara lain.
Dengan perbedaan latarbelakang seorang kepala daerah dan kebutuhan
akan peningkatan capacity building, maka dalam melaksanakan tugasnya
sebagai kepala daerah perlu juga
memiliki kerangka pikir sebagai seorang entrepreneur sehingga peningkatan capacity
building masyarakat beserta komponen-komponennya dan kesejahteraan secara kolektif dapat
dicapai.
---------------------------
Langganan:
Postingan (Atom)