Halaman
streetdirectory
Kamis, 22 Desember 2011
Senin, 19 Desember 2011
mutualisme pemuda dan UKM
BAGI USAHA KECIL/MIKRO DAN PENINGKATAN KETERAMPILAN PEMUDA DALAM PENGUASAAN TEKNOLOGI INTERNET DI TINGKAT KECAMATAN
BIDANG : EKONOMI
Oleh : Muhamad Azis Firdaus
Handphone : 0813 8414 9386
Email : muhamadazisfirdaus@yahoo.com
Latarbelakang
Penggunaan internet saat ini telah berkembang ke arah optimalisasi jaringan internet untuk kepentingan yang sangat beragam. Kemampuannya menjangkau semua sudut dunia menjadikan internet sebagai sebuah kebutuhan untuk kepentingan yang beraneka yang dapat diakses kapan saja. Informasi-informasi yang tersedia telah memberikan wahana baru untuk meningkatkan pengetahuan manusia, dengan cara yang cepat dan mudah. Akses kepada data-data dunia menjadikan internet sebagai sebuah informasi yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan.
Era 90an masyarakat Indonesia telah lebih leluasa dan luas dalam menikmati fasilitas internet. Hingga saat ini komunikasi antar masyarakat melalui jejaring social telah merambah sampai ke pedesaan, dengan menjangkau usia yang sangat muda. Anak-anak Sekolah Dasar terutama diperkotaan telah mampu mengakses internet dengan mudah. Bahkan pada usia sangat muda telah mampu menciptakan anti virus, seperti artav.
Disisi lain, perkembangan perekonomian yang telah mengarah pada keterbukaan informasi dan perluasan pasar, membutuhkan suatu media yang dapat memberikan informasi yang up to date, dan mampu menjangkau pasar yang luas, namun dengan biaya murah. Dengan menjangkau pasar yang laus diharapkan kegiatan-kegiatan ekonomi terutama dalam skala kecil dapat melakukan aktivitas pemasarannya melalui fasilitas internet ini, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kapasitas usahanya pada skala yang lebih besar. Namun demikian, penguasaan teknologi internet ini baru sebatas pada masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan relative lebih tinggi serta berada pada daerah perkotaan. Pada tingkat desa, masih banyak masyarakat yang belum mampu mengoperasikan fasilitas internet secara optimal untuk kepentingan usaha dan peningkatan pengetahuan. Dengan demikian dalam rangka meningkatkan penggunaan internet untuk kepentingan ekonomi atau usaha (khususnya usaha kecil/mikro) diperlukan keterampilan dalam penguasaan teknologi internet secara lebih baik.
Untuk itu diperlukan suatu model optimalisasi penggunaan internet khususnya di tingkat daerah (kecamatan). Hal ini dapat dilakukan manakala telah tersedia PLIK, dengan berbagai fasilitasnya.
Model yang diajukan dalam proposal ini berjudul “ Optimalisasi Plik bagi usaha kecil/mikro Dan Peningkatan keterampilan pemuda dalam penguasaan teknologi internet di tingkat kecamatan”.
Tujuan
Tujuan dari model ini adalah :
a. Memberikan pengetahuan tentang bagaimana melakukan distribusi informasi usaha kecil/mikro, melalui internet keseluruh dunia.
b. Memberikan pelatihan tentang penggunaan computer (terutama desain grafis dan desain web) bagi para pemuda yang masih menganggur.
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari model ini adalah :
a. Masyarakat secara mandiri memiliki kemampuan untuk menyampaikan informasi usahanya keseluruh dunia.
b. Masyarakat khususnya para pemuda yang belum bekerja memiliki kemampuan dalam desain grafis dan desain web.
Asumsi-asumsi
Beberapa asumsi dalam optimalisasi PLIK ini diantaranya adalah :
a. Tersedia fasilitas PLIK
b. Tersedia ruangan yang cukup dengan sarana pembelajarannya
c. Tersedia data pelaku usaha kecil/mikro
d. Tersedia data para pemuda yang mau belajar desain grafis dan desain web.
Model
Kegiatan Usaha kecil/mikro
Para pelaku usaha kecil/mikro di tingkat kecamatan diinventarisasi secara baik dan valid, yang selanjutnya diberikan pengetahuan tentang manfaat dari internet bagi pengembangan usahanya. Diharapkan dengan orientasi seperti ini ada keinginan dari para pelaku usaha kecil/mikro untuk mempromosikan usahanya di internet bahkan pada tingkat tertentu dapat dilakukan transaksi via internet.
Pelatihan desain grafis dan desain web
Penggunaan internet untuk kegiatan usaha kecil/mikro, membutuhkan orang yang memiliki keterampilan dalam desain web dan desain grafis. Spesifikasi bagi pengelola atau desainer web dan desain grafis cenderung diminati oleh kalangan muda. Untuk itu pelatihan diarahkan kepada para pemuda putus sekolah atau yang tidak bekerja.
Mutualisme
Dengan adanya minat dari pelaku usaha kecil/mikro untuk mempromosikan usahanya di internet dapat terrealisasi dengan adanya masyarakat yang memiliki kemampuan desain grafis dan desain web. Dengan demikian diharapkan terjadi mutualisme antara pelaku usaha kecil/mikro dengan masyarakat yang memiliki kemampuan desain grafis dan desain internet.
Dalam bentuk skema sebagai berikut :
Jumat, 16 Desember 2011
Rabu, 07 Desember 2011
KEMITRAAN PEMERINTAH DAERAH DAN SWASTA DALAM MENCIPTAKAN LINGKUNGAN HIJAU MELALUI CSR
1. Kemitraan Pemerintah Swasta
Pasca UU otonomi Daerah, Perkembangan tatakelola pemerintahan daerah saat ini telah berkembang pada pemerintahan yang lebih terbuka yang salah satunya ditandai oleh model-model pengembangan kerjasama dari tingkat lokal (Daerah) sampai dengan Internasional seperti Sister City. Bersamaan dengan hal ini, tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik, tuntutan terhadap peningkatan kesejahteraan pun semakin meningkat. Disisi lain Pemerintah Daerah tentunya memiliki keterbatasan sumber daya seperti Dana, Sumber Daya Manusia (SDM), Lahan, dan peralatan/perlengkapan.
Untuk itulah kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan pihak lain (dari lokal sampai dengan internasional) perlu dilakukan. Kerjasama atau kemitraan tersebut tentunya perlu dilakukan secara terus menerus, sehingga output/outcome dapat secara maksimal dirasakan, khususnya oleh masyarakat. Khusus mengenai kerjasama melalui kemitraan Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership/PPP), hal ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mampu menciptakan stimulus dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di Daerahnya. Kemitraan Pemerintah Swasta ini memiliki ciri-ciri diantaranya adalah :
(a) Adanya pembagian investasi dan resiko
(b) Adanya pembagian keuntungan
Komposisi dari nilai investasi yang disepakti dalam kemitraan ini (PPP), tidak menghilangkan kekuatan peran Pemerintah Daerah untuk tetap menjadi pihak yang bertanggungjawab atas pelayanan publik kepada masyarakat. Ginanjar Kartasasmita mengatakan bahwa kemitraan dalam pembangunan pada dasarnya mengandung hakekat keadilan dalam perolehan keuntungan dan manfaat, pembebanan biaya dan penanggungan resiko yang timbul dalam kegiatan tersebut (www.ginanjar.com).
Terdapat beberapa tipe PPP yang diantaranya seperti yang disampaikan Caroline Paskarina yang mengadopsi dari Kumar dan Prasad, (Warta Bapeda Jabar) yaitu :
(a) Kontrak pelayanan
(b) Kontrak pengelolaan
(c) Sewa
(d) Konsesi build-operate-transfer
(e) Build-operate-own lepas
Manfaat yang diharapkan dengan adanya PPP ini yaitu :
(a) Dampak Biaya, diharapkan PPP mampu mereduksi biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh Pemerintah daerah. Hal ini dapat terjadi melalui pengurangan biaya overhead pemerintah daerah, jumlah staf yang lebih ramping, dan penelolaan yang lebih baik.
(b) Inovasi, Keterlibatan pihak swasta dalam kemitraan dengan Pemerintah daerah diharapkan memberikan dampak pada munculnya temuan-temuan baru, seperti metode yang lebih efektif dan efisien.
(c) Dampak pada kualitas, dengan adanya pihak swasta diharapkan ada persaingan yang sehat antar pihak swasta dalam memberikan kualitas pelayanan kepada mitranya (Pemerintah Daerah).
Beberapa prinsip dalam melakukan PPP yaitu :
(a) Saling Percaya
(b) Data yang lengkap mengenai apa yang akan dikerjakan
(c) Jaminan keuntungan
(d) Resiko yang dibagi secara proporsional
(e) Dukungan stakeholder
Beberapa hal yang sering menjadi kendala dalam menjalin kemitraan Pemerintah dengan Swasta diantaranya adalah :
(a) Ketidakpastian keuntungan yang besar.
(b) Birokrasi yang panjang.
(c) Belum mempunyai pola kerjasama yang saling menguntungkan.
(d) Kekhawatiran pada paradigma “ganti pemerintah ganti kebijakan”.
(e) Kekhawatiran dianggap sebagai kegiatan Kolusi Korupsi atau Nepotisme.
2. Tanggungjawab Sosial Perusahaan / Corporate social Responsibility (CSR)
Dalam sudut pandang pemerintah, khususnya pemerintah Republik Indonesia menganggap bahwa CSR perlu diatur dengan sebuah Undang-undang dengan tujuan menjaga kualitas lingkungan dan kualitas sosial masyarakat. Hal ini terlihat dari UU PT No. 40 tahun 2007, yakni pasal 74 ayat 1 yang menyatakan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tangung jawab sosial dan lingkungannya. Ayat 2 berbunyi; tanggung jawab social dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat 3 menyatakan; perseroan yang tidak melaksanaan kewajiban sebagaimana pasal 1 dikenai sangsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Disamping itu sektor swasta juga, melalui kadin mengharapkan CSR hanya untuk perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam yang unrenewable (tidak dapat diperbaharui), dan pihak swasta memberikan tawaran lainnya berupa permintaan pemotongan pajak. Perbedaan visi pemerintah dan pihak swasta ini dapat dimaklumi, mengingat pemerintah memiliki kepentingan pada akselerasi pembangunan yang mungkin ingin lebih cepat serta untuk mempertahankan kualitas lingkungan yang belakangan pula banyak disoroti pihak luar negeri dan LSM. Kekhawatiran yang muncul dapat dimaklumi mengingat sektor swasta terkait dengan para stakeholder yang mungkin memiliki cara pandang berbeda terhadap penerapan CSR serta kepentingan para stakeholder yang dapat pula berbeda.
Konsep CSR mulai dipopulerkan pada tahun 1953 dengan terbitnya buku berjudul “Social Responsibilities of the Businessman” oleh Howard R. Bowen, yang periode selanjutnya isu-isu CSR terus berkembang pada tahun 1960-an yang dilandasi oleh permasalahan kemiskinan dan keterbelakangan yang mulai mendapat perhatian lebih luas dari berbagai kalangan. Pada KTT Bumi (Earth Summit), tahun 1992 di Rio De Janeiro ditegaskan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) yang didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial sebagai hal yang mesti dilakukan. Tahun 2002 pada “World Summit on Sustainable Development (WSSD)” di Yohannesburg, Afrika Selatan memunculkan konsep Social Responsibility, yang mengiringi dua konsep sebelumnya yaitu Economic and Environment Sustainability. Terlebih lagi pada tahun 2010 direncanakan akan diberlakukannya sertifikasi ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility, yang mencakup 7 isu pokok yaitu:
(a) Pengembangan Masyarakat
(b) Konsumen
(c) Praktek Kegiatan Institusi yang Sehat
(d) Lingkungan
(e) Ketenagakerjaan
(f) Hak asasi manusia
(g) Organizational Governance (tatakelola organisasi)
Beberapa definisi mengenai CSR (tanggungjawab social perusahaan) disampaikan oleh beberapa lembaga dunia dan local, diantaranya adalah menurut world bank yang mendefinisikan sebagai berikut :
“The commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives the local community and society at large to improve the quality of life, in ways that are both good for business and good for development. ”.
Sementara itu The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai berikut :
“Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community at large.”
Lingkar Studi CSR Indonesia, menyatakan bahwa CSR adalah :
“Upaya sungguh sungguh dari entitas bisnis meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan ”
Definsi CSR lain adalah yang dikutip Agatha dari buku Holme & Watts, 2000, yang berjudul “Corporate Social Responsibility : Making Good Business Sense”. dalam kutipan tersebut CSR di definisikan sebagai suatu komitmen yang berkelanjutan oleh para pembisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi pada pengembangan ekonomi, bahkan meningkatkan kualitas hidup bagi tenaga kerja dan keluarganya sebagaimana hal nya pada komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
the European Commission’s Directorate-General for Enterprise and Industry, mendefinisikan CSR sebagai berikut:
“A concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis”.
Dari beberapa definisi di atas, minimal ada tiga hal utama yang menjadi pokok dari CSR yaitu :
(a) Merupakan komitmen yang berkelanjutan dari perusahaan
(b) Kepedulian dan tindakan social
(c) Ada benefit yang dapat diperoleh perushaan.
Pada banyak literature mengenai CSR, tidak disebutkan bahwa CSR hanya untuk perusahaan yang terkait dengan eksploitasi sumber daya alam saja, namun CSR adalah merupakan bagian dari kegiatan perusahaan dalam membangun citra perusahaan (Building image). CSR dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan manfaat jangka panjang bagi perusahaan berupa kepercayaan dan loyalitas customers. Dengan kegiatan CSR sedemikian rupa, diharapkan customers dapat memberikan kontribusi pada peningkatan daya saing perusahaan, apakah perusahaan tersebut listing di bursa saham atau tidak. Implementasi CSR diperusahaan tidak akan berjalan dengan baik manakala implementasinya berseberangan dengan kepentingan para stakeholder. Implementasi CSR, bagi stakeholder diharapkan tidak mengurangi kepentingannya, seperti stockholder misalnya, tentunya tidak menginginkan laba perusahaan berkurang karena dikurangi oleh biaya implementasi CSR.
Vittorio Colao, Chief Executive Officer of Vodafone Group Plc, mengatakan:
"Conducting business in a responsible manner is essential to the long-term commercial success of every business."
Untuk itu pelaksanaan CSR di sektor swasta dimungkinkan akan menghadapi kendala-kendala, terutama manakala terjadi perbedaan persepsi antara manajemen dengan stakeholders, khususnya pemegang saham. Namun demikian mempersamakan persepsi dan kepentingan secara terstruktur dan jelas, serta benefit jangka panjang yang dikalkulasi secara tepat, dapat mengurangi gap kepentingan antara manajemen dan pemegang saham.
Permasalahan perusahaan dengan masyarakat, berupa aksi perusakan asset perusahaan, serta demo karyawan terhadap perusahaan, dapat dijadikan sebagai salah satu parameter mengenai pelaksanaan tanggungjawab social perusahaan.
Perusahaan-perusahan yang telah mengintegrasikan implementasi CSR dalam budaya perusahaannya (Corporate culture) terbukti mendapatkan apresiasi yang baik dari masyarakat sekitar dan dari para karyawannya, serta mendapatkan kepercayaan dan loyalitas customer yang lebih tinggi. Walaupun kepercayaan dan loyalitas ini diperoleh dengan investasi yang tidak sedikit dan dalam jangka panjang benefit tersebut baru dapat dirasakan. Dengan demikian CSR merupakan suatu bagian dari Good corporate governance yang menganggap lingkungan, masyarakat dan karyawan sebagai suatu kontributor dalam mempertahankan kelangsungan perusahaan.
3. Pembangunan Lingkungan
Pembangunan lingkungan seringkali bertubrukan dengan kepentingan ekonomi, yang berdampak pada rusaknya lingkungan berupa penurunan kualitas udara, penurunan kualitas air, penurunan kualitas tanah dan lain-lain. Entitas Pengusaha tentu berharap aset yang dimiliki akan memberikan keuntungan yang maksimum, dan berharap pula bahwa biaya produksi dapat seefisien mungkin. Kualitas lingkungan bagi banyak perusahaan menjadi prioritas kesekian, yang pada akhirnya terjadi kerusakan atau penurunan kualitas lingkungan.
Paradigma pembangunan berkelanjutan seolah menjadi suatu wacana yang tak kunjung terlaksana. Pembangunan berkelanjutan dimaksud merupakan konsepsi yang telah dikumandangkan cukup lama. Secara implisit, hasil KTT Perserikatan Bangsa-bangsa di Rie de janeiro pada tahun 1992 bahwa model Pembangunan berkelanjutan mencakup bagaimana generasi yang akan datang memperoleh manfaat lingkungan yang sama dengan masa kini. Prinsip pembangunan berkelanjutan tersebut dapat dijadikan parameter dalam melihat sejauhmana kebijakan pembangunan lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pada tingkat pemerintahan daerah, perizinan suatu usaha produksi (manufaktur) dan jasa tentunya melalui prosedur yang ketat terutama amdal. Namun demikian sering kali pada tahap pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu contoh perizinan untuk ruang kantor (Ruko), banyak dijumpai ruko-ruko yang seluruh areanya terpakai untuk gedung dan parkir, tanpa ada ruang terbuka hijau, padahal dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, nomor 05/PRT/M/2008, harus disediakan ruang terbuka hijau privat 10%.
4. Model Kemitraan
Berdasarkan pada konsep PPP, CSR dan Pengembangan lingkungan maka terdapat berbagai model kemitraan yang dapat dilakukan. Diantaranya :
(a) Pemerintah daerah selaku pemegang kebijakan pembangunan di daerah mensosialisasikan ruang-ruang yang dapat dilakukan CSR dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan.
(b) Kegiatan CSR perusahaan dapat diarahkan pada peningkatan objek yang disampaikan Pemerintah daerah.
Beberapa asumsi untuk melakukan ini adalah :
(a) Pemerintah memiliki data kondisi lingkungan yang valid.
(b) Pihak Swasta memiliki kemauan dalam mengimplementasikan CSR pada bidang pembangunan lingkungan di daerah.
(c) Adanya sinkronisasi data yang dimiliki Pemerintah Daerah dengan pihak Swasta yang akan melakukan program CSR.
(d) Secara berlanjut perkembangan hasil dari program CSR ini di monitor oleh pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah memiliki data aktual tentang kondisi lingkungannya.
(e) Tidak selalu program CSR itu dilakukan oleh Perusahaan berskala besar, dan tidak selalu harus perusahaan manufaktur, perusahaan jasa seperti perhotelan, perdagangan, lembaga pendidikan dan lain-lain perlu didorong untuk mengimplementasikan CSRnya.
Berdasarkan asumsi bahwa kemitraan ini (PPP) akan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang maka, diperlukan suatu lembaga yang mampu menyediakan data secara valid/ril serta mensosialisasikannya kepada stakeholder dalam PPP ini.
5. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan pembahasan di atas, beberapa kesimpulan yang dapat disampaikan diantaranya adalah :
(a) Model Kemitraan yang umum dilakukan adalah model kemitraan dalam pembangunan lingkungan hidup.
(b) Pihak Pemerintah daerah dan Swasta dapat membentuk model kemitraan khusus untuk Pembangunan lingkungan di daerah melalui implementasi CSR.
Untuk menindaklanjuti dari PPP dalam pembangunan lingkungan melalui Program CSR perlu dibentuk suatu lembaga yang secara serius dan inten melakukan kajian-kajian lingkungan di daerah- daerah dan memonitoring serta mengevaluasi implementasi kemitraan ini.
PUSTAKA
Agatha Ferijani, http://www.pascafe.ui.ac.id/files/compile_abstrak_DJM3_2008.pdf
Indra Surya, SH.LLM, dan Ivan Yustiavandana,SH.LLM, 2006,”Penerapan Good Corporate Governance”, Prenada Media Group, Jakarta, Indonesia.
Jalal dan Reza Ramayana, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) serta Kemitraan Tiga Sektor (tri-sector partnership) untuk Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten-Kabupaten di Madura, Lingkar Studi CSR, A+ CSR Indonesia
Peter Wright Mark J. Kroll John A Parnel, 1998, Strategic Management (Concepts and Case) 4th Edition, Prentice Hall Int L Inc USA
The Corporate Social Responsibility (CSR) web-pages of the European Commission’s Directorate-General for Enterprise and Industry, www.ec.europa.eu
www. Republika.co.id, Senin, 30 Mei 2005
Website Dinas Perindustrian & Perdagangan Jawa Barat Rubrik : PUBLIKASI [News] Etika Bisnis, Corporate Social Responsibility (CSR), dan PPM 27 Nov 2002 00:00
www.csrnetwork.com/story.asp?id=116
Warta Bapeda Jabar, www.bapeda-jabar.go.id
www.ginandjar.com
http://www.choike.org/documentos/ReedCSR.pdf
*Penulis adalah dosen fakultas ekonomi Universitas Ibn Khaldun Bogor.